Aku di Rantau


Merasakan lelap dalam dekapan ibu terkasih selalu membuatku merasa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Menikmati belaian sayangnya selalu menghadirkan perasaan nyaman, sampai kemudian masa-masa indah itu berlalu.

Saat ini aku telah lepas jauh dari jangkauanmu, memutuskan untuk berlari jauh mengejar apa yang aku mau. Mengejar mimpi yang aku ciptakan sendiri. Kini saatnya ibu, aku benar-benar menjalani duniaku sendiri. Kehidupan baruku sekarang sangat menyedihkan ibu, jauh dari kata nyaman dan aman. Tapi aku selalu mengatakan sebaliknya, semuanya sangat menyenangkan dan sesuai harapan. Maafkan aku untuk semua dusta itu, ibu.

Aku memang bebas sekarang. Layaknya ayam, aku sekarang sudah tumbuh menjadi ayam dewasa. Aku tidak lagi ayam kecil yang selalu mengekor dan mengikuti setiap gerakmu. Saat itu aku berazzam, aku sudah dewasa, aku dapat hidup mandiri, dan kelak aku juga akan membuktikan padamu bahwa aku dapat berdiri diatas kakiku sendiri. Betapa pongahnya aku saat itu,memang sombong sekali anakmu yang satu ini, ibu.

Tapi semuanya omong kosong ibu, aku menelan pahit segala kepongahanku itu. Rasanya bahkan lebih pahit dan lebih susah ditelan dari obat yang sering aku minum. Duniaku sekarang adalah tempat yang sama sekali tidak ramah. Berjalan di bumi yang semakin tua, bertemu orang-orang dengan otak cerdas dan berpikiran maju, berkenalan dengan teknologi yang semakin canggih, seharusnya aku senang dengan semua itu. Nyatanya, semua itu justru menjadi awal segala kerumitan ini.

Hari ini berbeda dengan hari-hari saat aku masih berada dekat denganmu, ibu. Hari ini semuaseolah tengah berlomba menunjukkan wajah kejam dan bengisnya kehidupan, kehancuran sepertinya hanya soal waktu. Ataukah aku yang memang selama ini salah menyimpulkan tentang hakikat kehidupan? Entah kenapa aku kembali teringat sebuah nasyid yangpernah kau ajarkan saat aku masih kecil dulu.

Kata Umi dan Abi jannah itu sangat indah,
Banyak orang berlomba ingin masuk kedalamnya
Kata Umi dan Abi neraka itu sangat panasnya,
Tetapi orang berlomba ingin masuk kedalamnya

Ya, memang begitulah faktanya...Waktu kecil aku menyanyikannya dengan tawa bahagia, tapi sekarang aku menyanyikannya dengan penuh kegetiran, saat aku dewasa dan melihat semuanya dengan mataku sendiri. Kehidupan ini bahkan lebih liar dari hutan rimba!

Hari ini berbeda, semuanya telah berubah. Kehidupan tidak sesederhana metamorfosa ulat yang sudah pasti akan berubah menjadi kupu-kupu cantik. Sekarang aku sudah beranjak dewasa, umurku 19 tahun dan gemerlap dunia telah melambai-lambai genit menggodaku. Padahal seperti yang pernah kau nasehatkan padaku, semua itu fana.
Aku hidup berbeda dengan zamanmu ibu, zamanku adalah masa dimana segala sesuatunya serba mudah dan cepat(kemajuanteknologi mengajarkanku berpikir seperti itu), sehingga sekarang aku tumbuh menjadiorang yang tidak sabaran. Zamanku adalah masa dimana uang adalah Tuhan (matrealisme telah mengajarkanku berpikir seperti itu), sehingga sekarang aku tumbuh menjadi orang yang tamak dan mengejar dunia tak ada habisnya. Zamanku adalah masa dimana agama hanyalah pelengkap data dalam identitas, jadi persetan dengan firman Allah SWT dan nabi SAW, aku bebas melakukan apapun yang aku mau selama tidak mengganggu orang lain (Liberalisme telah mengajarkanku berpikir seperti itu), sehingga sekarang aku tumbuh menjadi orang yang mengesampingkan agama.
Mengerikan sekali ibu, kenyataannya bahkan lebih mengerikan dari itu, yang aku tuliskan diatas hanyalah secuil saja. Sekarang bagiku berjalan sendiri terasa sangat menyedihkan, padahal dulu saat-saat itulah yang aku nanti. Dewasa, berjalan sendiri, berpijak diatas kakiku sendiri, tidak ada lagi yang akan mengatur hidupku,kebebasan sepenuhnya telah aku dapat! Dulu aku mengatakan itu dengan senyum kebahagiaan dan mata berbinar penuh harapan semoga saat itu segera tiba. Sekarang, yang aku inginkan adalah seperti yang aku tuliskan pada paragraf pertama...
Merasakan lelap dalam dekapan ibu terkasih selalu membuatku merasa semuanya akan berjalan baik-baik saja. Menikmati belaian sayangnya selalu menghadirkan perasaan nyaman...

Kudus, 25 Desember 2013
Tepat pukul 05:25 aku menyelesaikan tulisan ini disampingmu,
Esok aku akan kembali ke rantau, ibu. Do’akan aku selalu...

Rokok dan Sastra

Entah apa korelasi dari keduanya, yang jelas menurut saya keduanya seperti memiliki hubungan yang erat atausetidaknya itu hanya mindset saya saja, karena melihat kebanyakan teman-teman sastra yang hobi sekalimerokok. Gakkenal tempat, gak kenal waktu, ya saya sangatterganggu dengan situasi seperti itu! Jelas saja,asapnya yang mengepul  memenuhi seisi ruangan membuat saya seperti berada di ruangan penuh dengan kabut (kabut apa? Kabut rokok!). Sayap kiri beberapa orang merokok, sayap kanan beberapa orang merokok, parahnyalagi orang yang memimpin jalannya rapat dan berdiri di tengah-tegah pun juga merokok, lengkap sudah. Itu hanya contoh kecil saja ketika rapat. Belum contoh-contohkecil lainnya dalam cerita keseharian, di kelas, di depan kelas,di jalan, masih alhamdulillah karena mereka tidak merokok ketika dosen sedang mengajar, atau mungkin saya saja yang belum pernah melihat? Entahlah, tapi jelas yang paling gak lucu adalah ketika dalam sebuah acara pentas seni kamu nyanyi di atas panggung sambil menghisap rokok dengan nikmatnya, hey penonton disuruh lihat kamu menikmati rokok?
Jangan tanya berapa literkarbondioksidayang setiap hari saya hiruphanya dari asap rokok yang berasal dari teman-teman yang merokok di kampus,belum lagi asap kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Mungkin jika paru-paru saya dapat berbicara dia akan berteriak “Hey!!!! Hentikan semua ini, aku sangat terganggu!!! Aku tidak ingin bernafas lagi!!!”. Perumpamaan yang agak berlebihan memang, tapi siapa tahu kan?:DBeruntung paru-paru saya tidak dapat melakukannya,jadi imbasnya paling dada yang terasa sesak dan batuk-batuk, itu adalah pelampiasan dari paru-paru yang tidak bisa berbicara.
Entah ada hubungannya atau tidak, tapi jikamelihat anak sastra yang hobi sekali merokok sehingga tidak kenal waktu dan tempat, saya jadi benar-benar berpikir mungkin rokok memang ada kaitannya dengan sastra, atau jangan-jangan rokok sebenarnya ada bagian dari karya sastra? Saya tidak tahu pasti, tapibisa jadi. Mungkin saja bagian dari seni, seni carabaru dalam merusakdiri, seni cara baru untuk bunuh diri, siapa tahu?
Saya memang belum sempat bertanya apa yang nikmat dari merokok? Apakah sama nikmatnya seperti ketika saya mengemut sebatang permen lolipop, atau lebih nikmat dari itu? Saya tidak tahu persis, yang jelas mereka terlihat begitu sangat menikmati ketika menghisapnya. Menghisap dalam-dalam dengan mata terpejam, kemudian meghembuskannya perlahan disetai asap yangturut mengepul dari mulutya seolah semua beban turut menguap bersama kepulan asap itu. Cara mereka melakukannya memang terlihat menikmati sekali. Hey, tapi kemudian asap rokoknya dibagikan kepada kami, para penonton yang tidak tahu apa-apa. Itu sama saja setelah dia mengeluarkan semua masalah yang menjadi ganjalan dalam hatinya, kemudian dibuangkepada kami. Kami, para perokok pasif tak lebih dari sekedar tong sampah. Ya jadinya kamilah yang bermasalah sekarang, memasukkan kepulan asapyang ikut kami hirup dalam setiap detiknya.
Lalu, siapa yang mau disalahkan? Para perokok aktif berhak untuk menikmati rokoknya, tapi perokok pasif juga memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih tanpa asap rokok. Pada akhirnya bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi tentang toleransi. Setidaknya dengan adanya toleransi semuanya akan menjadi lebih nyaman dan tidak ada perasaan saling menggerutu. Menikmati rokok dibawah pohon rindang sambil genjreng-genjreng gitar dan menyanyikan lagu-lagu kesukaan rasanya lebih menyenangkan kan bung? Hey, merokok dibawah pohon juga dapat membantu pelestarian lingkungan, kau tahu apa sebabnya? Karena pohon membutuhkan karbondioksida untuk melakukan fotosintesis, masih ingat pelajaran Biologi SMP kan?
Inti solusi di atas bukan merokoklah di bawah pohon, tapi merokoklah pada tempat dan waktu yang tepat.Di detik-detik terakhir saya menulis artiel ini, saya baru saja menarik kesimpulan bahwa rokok memang bukan bagian dari sastra, apalagi sebuah karya sastra? Ini jelas pernyataan saya yang ngawur! Tapi rokok bisa jadi salah satu faktor penunjang terciptanya sebuah karya sastra. Lho kok bisa? Bisa saja, siapa tahu ketika merokok merekamenemukan inspirasi untuk menuliskan sebuah puisiatau lagu. Siapa tahu?
Dengan menulis artikel ini bukan berarti saya membenci para perokok atau malah mendukungnya. Merokok tetap tidak baik untuk kesehatan, dan para perokok kelas berat sekalipun pasti tahu itu.Tapi pada akhirnya semua kembali pada diri masing-masing, saya percaya ketika seseorang telah mengambil sebuah pilihan berarti dia juga siap menanggung resikonya.Salam Sastra, Salam Budaya!!!
Kudus, 23 Desember 2013
Catatan efek galau akibat dua hari dua malam hujan tak kunjung reda.

Mari Berhitung!!!

Sebuah renungan untuk diri sendiri... :)

Demi Masa
17 Tahun Hanya Untuk Tidur

Muhasabah masa
'DEMI MASA' manusia sering terlupa
Sehari = 24jam
Satu TAHUN ?
12 Bulan
52 Minggu
365 Hari
8.760 Jam
525.600 Menit
31.536.000 Detik

Rata rata umur manusia
"Umur umatku berkisar antara 60-70 tahun. Sangat sedikit di antara mereka yang umurnya melampaui kisaran itu." (HR. At-Tirmidzi 3550, Ibnu Hibban 7/246 dan Ibnu Majah 4236, shahih).
BALIGH
Baligh: permulaan untuk seseorang diperhitungkan amal baik atau buruknya selama hidup di dunia.
Laki-laki Baligh 15 tahun. Wanita Baligh 12 tahun. Usia Yang ada untuk beribadah kepada-Nya, rata-ratanya:
Mati - Baligh = Sisa usia : 65 - 15 = 50 tahun
50 tahun digunakan untuk apa?
50 tahun = 18.250 hari = 458.000 jam
12 jam siang hari
12 jam malam hari
24 jam satu hari satu malam
Mari muhasabah bersama...

Waktu tidur 8 jam/hari
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai tidur 18.250 hari x 8 jam= 146.000 jam= 16 tahun 7 bulan; dibulatkan jadi 17 tahun.
Sayang waktu 17 tahun habis di gunakan untuk tidur, padahal akan tertidur dari dunia untuk selamanya...

Aktivitas di siang hari 12 jam
Dalam 50 tahun waktu yang habis dipakai untuk aktivitas: 18.250 hari x 12 jam= 219.000 jam = 25 tahun.
Aktivitas disiang hari: Ada yang bekerja, bercinta, belajar, mengajar, sekolah, kuliah, makan sambil jalan-jalan, dan lain-lain.

Waktu istirahat 4 jam
Dalam 50 tahun waktu yang dipakai untuk istirahat 18.250 hari x 4 jam= 73.000 jam = 8 tahun
Istirahat: menonton tv, melihat vcd film, nongkrong ngrumpi, atau juga mungkin termenung di buai khayalan, dll.
17 tahun + 25 tahun + 8 tahun = 50 tahun
Kapan Beribadah?
Allah ada berfirman;

"Tidak diciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah".
Maut datang menjemput tak pernah bersahut, Malaikat datang menuntut untuk merenggut, Manusia tak kuasa untuk berkata-kata, Allah Maha Kuasa atas syurga dan Neraka, Terimalah bagianmu seadanya..

Memang benar!
Menuntut ilmu itu ibadah, kalau niatnya untuk ibadah. Tetapi jika belajar agar mudah mencari pekerjaan, lain perkara. Sekiranya belajar itu tidak membantu menambah pendapatan, tidak belajar...

Memang benar!
Bekerja cari nafkah itu ibadah, tapi bekerja yang bagaimana?
Tidak sedikit orang bekerja untuk hidup bermewah-mewahan dan amat kurang sedekahnya. Dan bagaimana pula yang tidak peduli halal haram.

Lalu Kapan Beribadah?
Mungkin shalat 5 waktu dianggap sudah mencukupi...
Karena shalat wajib besar pahalanya, shalat amalan pertama yang dihisab, shalat jalan untuk membuka pintu syurga...

Benarkah shalat itu mencukupi dan diterima? Berapa banyak shalat dalam 50 tahun?
1 shalat = 10 menit .....
5 x shalat = 1 jam
Dalam waktu 50 tahun waktu yang terpakai untuk shalat = 18.250 hari x I jam = 18.250 jam = 2 tahun

Waktu 50 tahun di dunia hanya 2 tahun untuk shalat. (ini kalau yang shalat 10menit! Kalau shalat ekspres seperti ayam patuk tanah, bagaimana ? )

2 tahun dari 50 tahun kesempatan.. itupun belum tentu shalat bermakna berpahala dan di terima.
Dan sepertinya pahala shalat selama 2 tahun tidak sebanding dengan perbuatan dosa-dosa selama 50 tahun; dalam percakapan yang kadang dusta, baik yang sengaja ataupun tidak, dalam pembicaraan yang sering mengiris hati orangtua, dalam harta kekayaan yang sering pelit terhadap orang faqir, dalam setiap perbuatan yang kadang bergelimang dosa...

***

Secara logika Wallahu a’lam : Dengan kondisi demikian umat akhir zaman akan berhamburan di neraka untuk mendapatkan balasan kelalaian... Terlalu banyak masa yang terbuang sia-sia selama manusia hidup di dunia dan semuanya itu akan menjadi bencana...

Penyelesaian:

Tiada kata terlambat walaupun waktu berlalu cepat. Menggunakan hidup dengan sesuatu yang bermanfaat. Meninggalkan yang sia-sia. Muhasabah dosa-dosa. Ingat-ingat negeri Akhirat.
Allahumma sallimna...
Allahumma sallimna...
Allahumma sallimna...

Catatan Jam Filsafat


Hari kamis adalah hari yang paling menyebalkan setelah senin. Kuliah siang tepat pukul 12:00 yang terkadang membuat saya sering telat karena mau tidak mau saya harus sholat dzuhur dulu, sebab kuliah akan berlangsung hingga pukul 13:40 yang kemudian berlanjut hingga sore. Hampir setiap kamis saya telat, bahkan mungkin dosennya sampai hafal dengan muka saya yang sudah langganan telat. Itu baru hal pertama yang membuat hari kamis terasa menyebalkan. Hal yang menyebalkan kedua adalah karena mata kuliahnya sendiri yang saya pribadi memang kurang suka.
Filsafat dan PKN, perpaduan yang KLOP untuk kuliah siang seperti ini. Klop untuk ngadem di kelas, apalagi mengingat Tembalang diluar sana yang sedang panasnya ctttaarr membahana badai menggelar tikar. KLOP juga untuk sekedar numpang tidur siang. Memang saya selalu duduk di depan setiap hari kamis, bukan karena saya mahasiswi rajin, tapi karena memang bangku kosong hanya tinggal di depan. Jadi, mau tidak mau saya sebagai pendatang terakhir menerima nasib untuk duduk di bangku deretan paling depan.
Hari ini seperti biasa saya telat (lagi), dan (lagi-lagi) duduk pas banget di bangku depan dosen. Well, dengan berat hati saya duduki juga akhirnya bangku angker itu. Dan itu berarti hari ini saya tidak boleh ngantuk dikelas!!
Iseng-iseng saya melihat jam ternyata sudah pukul 12:17, saya sudah telat 17 menit ternyata. Tapi rasanya perkuliahan belum lama di mulai, karena dosen masih berbasa-basi dan meminta maaf atas kedatangan beliau yang ternyata (juga) terlambat.
“Baik, kita mulai saja perkuliahan kita siang hari ini. Pertemuan kali ini kita membahas tentang Filsafat Manusia.”
Waktu terus berjalan, dosen mulai menerangkan teori-teori dari beberapa tokoh tentang pandangan mereka terhadap manusia. Banyak sekali teori dari tokoh-tokoh yang beliau paparkan, namun diantara sekian banyak teori tersebut saya menggaris bawahi satu hal yang intinya sebenarnya sama saja. Sama-sama menyamakan manusia dengan hewan. Berikut ini adalah beberapa teori tentang pengertian manusia dari beberapa tokoh tersebut :
Menurut Aristoteles manusia dipandang sebagai animal rasionale (binatang yang berakal), zoon politinon (binatang yang mengelola kepentingan), dan animal sociale (binatang yang tidak bisa hidup sendiri).
Menurut Ernest Cassire manusia dipandang sebagai animal symbolicum (binatang yang menggunakan simbol untuk berinteraksi).
Menurut Notonegoro manusia merupakan makhluk monopluralisme.
Monopluralisme nantinya pun akan dibagi menjadi tiga bagian yang beberapa diantaranya sama juga menyebutkan manusia adalah anima vegetativa, homo mekanikus, homo viator, dan lain sebagainya.
Dosen saya juga menambahkan bahwa gabungan dari homo faber dan homo mensura akan menjadi homo educantum (hewan yang bisa di didik).
Masih banyak teori dari beberapa tokoh yang beliau sampaikan, dan intinya menurut saya sama saja, perbedaannya hanya terletak pada fungsi dari manusia itu sendiri sebagai hewan yang bersosialisasi, hewan yang bisa di didik dan lain sebagainya.
Saya agak sedikit gusar dengan teori-teori tersebut yang seolah menyamakan manusia dengan hewan. Padahal dalam agama islam manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan diciptakan dengan sebaik-baik bentuk.
“Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S At-Tiin : 04)
Dari firman diatas jelas sekali bahwa Allah sendiri telah menegaskan bahwa manusia adalah makhluk-Nya yang diciptakan dengan bentuk yang terbaik. Lancang sekali jika ada manusia yang merendahkan dirinya sendiri bahkan menyamakannya dengan hewan. Padahal jelas sekali bahwa manusia dan hewan itu sangat berbeda.  
 Hewan adalah makhluk yang tidak memiliki akal dan perasaan seperti manusia. Struktur tubuhnya pun berbeda dari manusia, hal ini bahkan terlihat jelas dari segi fisik yang dapat dilihat secara kasat mata. Mungkin ada hewan yang sama-sama memiliki tangan dan kaki sama seperti manusia, tapi sejatinya tetap saja berbeda. Hewan hanya mengandalkan instingnya untuk makan, minum, bereproduksi sekedar untuk mempertahankan hidupnya, tidak seperti manusia yang diberi kelebihan Allah berupa akal untuk berpikir. Membedakan mana perkara yang haq dan yang bathil, bagaimana cara untuk memecahkan suatu masalah, bagaimana cara mencari rizki yang baik juga halal, dan lain sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Isra : 70)
Ayat diatas sudah cukup menjadi bukti yang kuat bagi umat muslim untuk membantah teori-teori yang menyamakan manusia dengan binatang. Padahal Allah telah memberikan banyak kelebiahan kepada manusia yang tidak diberiakn kepada makhluk lain. Wallahu’alam bishowab

About Something 'ANEH'


Hari ini tepat tanggal 15 April 2013 anak-anak SMA sedang menjalani eksekusi kelulusan bernama UN alias Ujian Nasional. Di Indonesia UN menjadi salah satu faktor penentu kelulusan dengan kebijakan 40:60, artinya siswa dinyatakan lulus apabila rata-rata 40% nilai rapor dan 60% nilai UN keduanya diakumulasikan dan hasil akhirnya mencapai kriteria nilai yang sudah ditentukan.
Tapi kali ini bukan tentang sistematika UN yang ingin saya bagikan, tapi tentang tingkat kejujuran masyarakat Indonesia yang masih rendah. Banyak sekali para siswa yang merancang aksinya untuk kucing-kucingan dengan pengawas ujian. Saling memberi jawaban, saling tengok, bahkan banyak juga yang membawa handphone. Jadi saat ujian yang seharusnya tugas pengawas adalah ‘mengawasi’ kini sudah berubah peran menjadi ‘yang diawasi’.
Bagaimana tidak? Saat ujian berlangsung jika pengawas lengah sedikit saja, itu berarti si pengawas sudah kecolongan. Sebab kecepatan siswa dalam meminta jawaban ke teman sebelah ternyata lebih gesit daripada tingkat kesadaran si pengawas. Tapi toh banyak pengawas yang sebenarnya tahu siswanya nyontek, tapi tetap adem ayem saja duduk di kursinya. Tanpa sedikitpun respon yang diberikan, atau minimal ditegur itupun tidak.
Parahnya nih ada guru yang malah menganjurkan anak didiknya untuk saling bekerja sama. Sebenarnya saling bekerjasama sah saja dilakukan, bahkan dianjurkan. Tapi gak waktu ujian juga kali ya? :o
Itu baru yang kalangan pelajar yang masih berseragam, belum lagi para mahasiswa yang ‘katanya’ sih sekumpulan orang-orang intelek. Tapi ternyata toh sama saja, tingkat kesadaran untuk jujur masih sangat minim sekali. Gak percaya? Okey, saya mau sedikit cerita nih. Jadi hari ini saya UTS Foklor, awalnya semua berjalan baik-baik saja. Kelas tenang, para mahasiswa fokus dengan lembar jawaban dan soal masing-masing. Beberapa menit berjalan ketenangan itu mulai terusik dengan suara-suara yang pelan tapi tetap masih bisa ditangkap manusia yang memiliki pendengaran normal.
Waktu terus berjalan suara-suara lirih dan aneh semakin bertambah, puncaknya terjadi ketika dosen keluar ruangan untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan. Kelas yang tadinya adem ayem saja dengan sedikit ganggguan, kini berubah seperti pasar ayam yang pindah ke kampus. Telinga saya seperti mendengar suara ayam yang petok-petok meneriakkan “Eh, no.1 jawabannya apa?”, “Lu tau gak sejarah foklor itu gimana?, dan bla bala bla bla....
Tapi suasana kembali hening hanya dengan satu kata “SSSSSSTTTTTTTTTT!!!!”, dan seolah seperti dihipnotis semuanya kembali diam tanpa kata, karena ternyata dosen sudah kembali masuk ruangan.
Miris sekali melihat fenomena seperti itu, Indonesia yang terkenal dengan penduduknya yang ramah, sopan santun, dan religius ternyata tingkat kejujurannya masih sangat minim. Hal inilah yang terkadang membuat saya merasa sedang berada dalam ‘jebakan batman’. Seolah semuanya hanya seperti settingan yang mau tidak mau harus terlibat menjadi bagian dari cerita. Sama seperti tokoh utama dalam jebakan batman yang mau tidak mau juga harus masuk kedalam skenario yang dibuat sang sutradara atau si pembuat jebakan entah siapapun itu. Meskipun saya hanya seorang figuran yang hanya mampu menuangkan semuanya melalui tulisan.
Menyandang gelar pelajar tapi kelakuannya terkadang tidak seperti manusia terpelajar, membanggakan diri sebagai mahasiswa tapi tindakannya tidak lebih dewasa dari anak TK. Jika generasi mudanya saja sudah seperti ini, berani melakukan kecurangan meskipun dengan hal yang kecil seperti mencontek, maka jangan heran jika para penguasa negeri ini kedepannya juga akan berani melakukan kecurangan yang lebih besar seperti korupsi. Dan Indonesia akan tetap menjadi negara terkorup dengan peringkat yang selalu fantastis. (Semoga saja tidak)
Jangan salahkan siapapun jika hal ini nantinya akan benar-benar terjadi, toh dengan saling menyalahkan tidak akan membuat negeri ini menjadi lebih baik. Tidak perlu menunggu orang lain atau mengajak orang lain untuk berubah. Awali perubahan dari diri kita dahulu, awali dari hal yang kecil seperti menghindarkan diri dari kecurangan yang mungkin dianggap sepele dan wajar. MENCONTEK!!!