Hari kamis adalah hari yang paling menyebalkan
setelah senin. Kuliah siang tepat pukul 12:00 yang terkadang membuat saya
sering telat karena mau tidak mau saya harus sholat dzuhur dulu, sebab kuliah
akan berlangsung hingga pukul 13:40 yang kemudian berlanjut hingga sore. Hampir
setiap kamis saya telat, bahkan mungkin dosennya sampai hafal dengan muka saya
yang sudah langganan telat. Itu baru hal pertama yang membuat hari kamis terasa
menyebalkan. Hal yang menyebalkan kedua adalah karena mata kuliahnya sendiri
yang saya pribadi memang kurang suka.
Filsafat dan PKN, perpaduan yang KLOP untuk kuliah
siang seperti ini. Klop untuk ngadem di kelas, apalagi mengingat Tembalang
diluar sana yang sedang panasnya ctttaarr membahana badai menggelar tikar. KLOP
juga untuk sekedar numpang tidur siang. Memang saya selalu duduk di depan
setiap hari kamis, bukan karena saya mahasiswi rajin, tapi karena memang bangku
kosong hanya tinggal di depan. Jadi, mau tidak mau saya sebagai pendatang
terakhir menerima nasib untuk duduk di bangku deretan paling depan.
Hari ini seperti biasa saya telat (lagi), dan
(lagi-lagi) duduk pas banget di bangku depan dosen. Well, dengan berat hati
saya duduki juga akhirnya bangku angker itu. Dan itu berarti hari ini saya
tidak boleh ngantuk dikelas!!
Iseng-iseng saya melihat jam ternyata sudah pukul
12:17, saya sudah telat 17 menit ternyata. Tapi rasanya perkuliahan belum lama
di mulai, karena dosen masih berbasa-basi dan meminta maaf atas kedatangan
beliau yang ternyata (juga) terlambat.
“Baik, kita mulai saja perkuliahan kita siang hari
ini. Pertemuan kali ini kita membahas tentang Filsafat Manusia.”
Waktu terus berjalan, dosen mulai menerangkan
teori-teori dari beberapa tokoh tentang pandangan mereka terhadap manusia.
Banyak sekali teori dari tokoh-tokoh yang beliau paparkan, namun diantara
sekian banyak teori tersebut saya menggaris bawahi satu hal yang intinya
sebenarnya sama saja. Sama-sama menyamakan manusia dengan hewan. Berikut ini
adalah beberapa teori tentang pengertian manusia dari beberapa tokoh tersebut :
Menurut Aristoteles manusia dipandang sebagai animal rasionale (binatang yang
berakal), zoon politinon
(binatang yang mengelola kepentingan), dan animal
sociale (binatang yang tidak bisa hidup sendiri).
Menurut Ernest Cassire manusia dipandang sebagai animal symbolicum (binatang yang
menggunakan simbol untuk berinteraksi).
Menurut Notonegoro manusia merupakan makhluk
monopluralisme.
Monopluralisme nantinya pun akan dibagi menjadi tiga
bagian yang beberapa diantaranya sama juga menyebutkan manusia adalah anima vegetativa, homo mekanikus, homo
viator, dan lain sebagainya.
Dosen saya juga menambahkan bahwa gabungan dari homo faber dan homo mensura akan menjadi homo educantum (hewan yang bisa
di didik).
Masih banyak teori dari beberapa tokoh yang beliau
sampaikan, dan intinya menurut saya sama saja, perbedaannya hanya terletak pada
fungsi dari manusia itu sendiri sebagai hewan yang bersosialisasi, hewan yang
bisa di didik dan lain sebagainya.
Saya agak sedikit gusar dengan teori-teori tersebut
yang seolah menyamakan manusia dengan hewan. Padahal dalam agama islam manusia
adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan diciptakan dengan sebaik-baik
bentuk.
“Sesungguhnya Kami ciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya” (Q.S At-Tiin : 04)
Dari firman diatas jelas sekali bahwa Allah sendiri
telah menegaskan bahwa manusia adalah makhluk-Nya yang diciptakan dengan bentuk
yang terbaik. Lancang sekali jika ada manusia yang merendahkan dirinya sendiri
bahkan menyamakannya dengan hewan. Padahal jelas sekali bahwa manusia dan hewan
itu sangat berbeda.
Hewan adalah
makhluk yang tidak memiliki akal dan perasaan seperti manusia. Struktur
tubuhnya pun berbeda dari manusia, hal ini bahkan terlihat jelas dari segi
fisik yang dapat dilihat secara kasat mata. Mungkin ada hewan yang sama-sama
memiliki tangan dan kaki sama seperti manusia, tapi sejatinya tetap saja
berbeda. Hewan hanya mengandalkan instingnya untuk makan, minum, bereproduksi sekedar
untuk mempertahankan hidupnya, tidak seperti manusia yang diberi kelebihan
Allah berupa akal untuk berpikir. Membedakan mana perkara yang haq dan yang
bathil, bagaimana cara untuk memecahkan suatu masalah, bagaimana cara mencari
rizki yang baik juga halal, dan lain sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari
yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Al-Isra : 70)
Ayat diatas sudah cukup menjadi bukti yang kuat bagi
umat muslim untuk membantah teori-teori yang menyamakan manusia dengan
binatang. Padahal Allah telah memberikan banyak kelebiahan kepada manusia yang
tidak diberiakn kepada makhluk lain. Wallahu’alam bishowab
0 komentar:
Posting Komentar